

Jakarta, 6 Juli 2019 – Tim Bangunesia berkesempatan untuk bertemu dan #bincangbangunesia dengan salah satu biro arsitek ternama yang berasal dari Bandung yaitu Attaya Architect. Ditemani langsung oleh pendiri nya yaitu Pak Shiddiq, #bincangbangunesia kali ini akan memuat banyak informasi untuk lebih mengenal dan mengetahui perjalanan Attaya Architect. Simak wawancara selengkapnya dibawah ini.
Bangunesia : Sejarah terbentuknya biro Attaya Architects?
Pak Shiddiq (Attaya Architect) : Pada awalnya Attaya Architect ini dinamakan ARC Studio karena pendirinya yang berdomisili di daerah Arcamanik Bandung. Dimulai dari 3 orang anggota yang seluruhnya adalah teman kuliah di UNPAR. Selayaknya seleksi alam, seiring berjalannya waktu akhirnya ditunjuklah saya sebagai penerus ARC Studio karena rekan yang lainnya memiliki visi dan misi lain. Di tahun 2012 akhirnya nama ARC Studio berubah menjadi Attaya Architect. Attaya diambil dari bahasa sansakerta yang berarti anugerah. Adanya perubahan nama Attaya inginnya dapat menjadi sebuah harapan baru untuk membuat biro ini lebih maju lagi kedepannya.
Bangunesia : Apa yang memberanikan untuk memulai mendirikan biro arsitek?
Pak Shiddiq (Attaya Architect) :Semuanya dimulai ketika saya mendapatkan tawaran pekerjaan. Pekerjaan tersebut dilakukan selama 6 bulan di Gorontalo untuk 1 proyek perkantoran berukuran 30 hektar. Seluruh proses dari mulai Visibility Study, Master Plan, DED bahkan hingga administrasi dari proyek tersebut dipegang oleh saya sendiri. Rasanya jika diingat kesal sekali, tapi dari apa yang saya alami saat itu saya akhirnya mengetahui bagaimana tata cara meng-handle satu proyek dari 0 sampai akhir. Dengan berbekal pengalaman tersebutlah akhirnya timbul rasa percaya diri untuk membentuk suatu biro sendiri.
Bangunesia : Bagaimana awal mula perjalanan karir Attaya Architect?
Pak Shiddiq (Attaya Architect) : Saat didirikan, ketika biro-biro arsitek lain belum sepenuhnya menggunakan BIM Archicad, Attaya Architect sudah menerapkan BIM Archicad tersebut pada setiap proyek bangunan yang di handle nya. Attaya Architect memang fokus kearah teknologi apapun dibidang arsitektur agar menjadi yang terdepan dalam segi teknologi. Saat itu sebagai Biro yang baru 5-6 tahun berdiri, tanpa disangka Attaya Architect ditawarkan secara bersamaan untuk menjadi konsultan proyek bangunan 23 lantai dari kontraktor besar seperti Wika, PP dan Adhi Karya. Akhirnya Wika lah yang kami pilih untuk kami bantu tender proyek nya. Proyek tersebut harus di handle menggunakan BIM dari desain hingga build nya. Bersyukurnya lagi, tender proyek tersebut berhasil didapatkan dengan nilai cukup besar yaitu 500 Milyar. Mulai dari situ, Wika mulai menghubungi Attaya Architect lagi untuk berkolaborasi di beberapa proyek yang ditanganinya.
Bangunesia : Proyek yang sedang dikerjakan Attaya Architect?
Pak Shiddiq (Attaya Architect) :Sekarang proyek yang masih dijalani adalah proyek dari Pelindo (untuk build dan supply data), 4 proyek resort di papua diantaranya pantai wisata, tempat gelanggang remaja, pasar seni dan Bahtera Nuh. Bahtera Nuh sendiri merupakan proyek yang panelnya kita pasang di IndoBuildTech Expo ICE BSD kemarin. Serta beberapa rumah tinggal seperti di daerah Dago Bandung dan villa di Istana Bunga, Bandung.
Bangunesia : Mengapa dinamakan Bahtera Nuh untuk proyek yang didirikan di Papua?
Pak Shiddiq (Attaya Architect) : Karena di Papua terdapat beragam agama sehingga klien kita ingin membuat bangunan yang berbentuk replika kapal Nabi Nuh dan dinamakan Bahtera Nuh. Ajaran mengenai Nabi Nuh sendiri terdapat diberbagai agama sehingga dianggap dapat mewakilkan perbedaan keyakinan yang terdapat di Papua.
Bangunesia : Media yang digunakan untuk mempromosikan Attaya Architects itu apa biasanya?
Pak Shiddiq (Attaya Architect) :Kita sedang mencoba lebih aktif lagi di instagram, akan lebih banyak share juga tentang portfolio dari proyek-proyek yang sudah selesai kita kerjakan

Pekan Arsitektur 2019 oleh Universitas Pancasila telah dibuka. Berlokasi di Mall Pesona Square, pameran arsitektur ini dibuka dari tanggal 22 April – 27 April 2019.

Vertical garden atau dikenal juga sebagai taman vertikal dan greenwall ini merupakan media tanam alternatif untuk hunian yang ingin menghadirkan taman hijau yang ditata secara tegak lurus.

Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan terus meningkatkan ketersediaan hunian layak