

Tangerang, 21 Juni 2019 – Tim Bangunesia berkesempatan untuk menemui salah satu biro arsitek terbaik di Indonesia, DP+HS Architects. Sebelumnya mereka juga tergabung menjadi Host Partner pada acara IndoBuildTech Expo 2019, bulan Maret lalu dan menampilkan panel nya. DP+HS architects juga berhasil memenangkan penghargaan pada IPAX Asia Pacific, untuk kategori Architecture Single Residence. Baca selengkapnya di Bincang Bangunesia dengan DP+HS Architects dibawah ini.
Bangunesia: Boleh ceritakan sedikit pak tentang sejarah berdirinya DP+HS Architects?
DP+HS ini sebenarnya ada dua principal , saya dan istri saya Henny Suwardi. DP+HS berdirinya tahun 2013, tapi historinya lebih panjang lagi. Dari tahun 2008 kita udah memutuskan untuk mulai berpraktik sendiri . Kondisi saat itu pengalaman kita masih minim, saya itu lulusan tahun 2006, jadi saya hanya punya waktu2 tahun untuk kerja di kantor – kantor konsultan lain. Tapi karena satu dan lain hal kita memutuskan untuk berpraktik sendiri . Jadi sebenernya dari 2008 sampai 2013 si company nya itu belum established , kita masih bangun network , masih belajar, jadi proses 5 tahun untuk membangun fondasinya. Tahun 2013 itu, company nya itu baru bener bener ada bentuk tim karena selama 5 tahun itu kita hanya berdua. Untuk saat ini kita sudah punya 10 karyawan, terdiri dari arsitek dan interior desainer.
Bangunesia: Style apa yang menjadi ciri khas dari DP+HS?
Pada dasarnya, style yang DP+HS bawa concernya lebih ke space, ruang. Karena kalau setiap project itu kita lebih lihat ke konteksnya, owner ga selalu sama satu dan lainnya, jadi pendekatan desain kita antara satu dan lainnya style nya bisa agak beda. Tapi bukan terbuka yang sampai liar sekali sih ngga, tetep ada batasan. Pada dasarnya batasan kita memang di arsitektur kontemporer. Dalam arti, kenapa kontemporer karena untuk menjawab tantangan yang ada di saat itu.
Sekarang memang kita project sekitar 60 – 70% di residensial , jadi memang fokus kita di projek residen karena kita kalau berkarya ada visi misi utamanya. Kenapa kita bergerak di residensial karena kita punya perhatian khusus itu di arsitektur untuk keluarga. Kebetulan tahun lalu, 2018, DP+HS mendapat kesempatan exhibition juga di Venice architecture biennale, disitu kita sengaja untuk bawa arsitektur untuk keluarga ini untuk menjawab tantangan keluarga di masa depan. Jadi kenapa kita fokus kesana, karena kita ada pengembangan di visi itu. Tapi selain itu kita juga ada projek komersial , FnB, kita yang pegang untuk JCO, Roppan, mereka satu grup dan selama 4 tahun ke belakang mereka rebranding dan kita yang bantu ngembangin bisnis mereka.
Bangunesia: Ada quotes yang tertera di dinding “We Believe that architecture is a culmination of art which manifestes in form that meets its function” – DP+HS boleh dijelaskan artinya?
Ini lebih ke filosofi dari kita, jadi arsitektur itu salah satu bagian dari seni juga. Kenapa kita bilang titik puncak dari seni karena disini dia termanifestasikan dalam bentuk , dalam bentuk yang actual. Kalau kita ngomongin arsitektur sebatas pemikiran itu belum terbentuk , tapi begitu dia terlahir dalam form nah itu dia seni yang ter manifestasikan dan memenuhi fungsinya jadi ada konteksnya, jadi maksudnya itu sih.
Bangunesia : Bulan Mei lalu kita lihat DP+HS memenangkan kategori Architecture single residence di International Property Awards , IPAX Asia Pacific. Boleh ceritakan prosesnya?
Dia sistemnya itu by region jadi dari region itu misalkan asia pasifik, ada African, europian, jadi dari situ ada pemenang –pemenangnya. Dan pemenang pemenangnya itu dibagi kedalam beberapa kategori. Jadi mereka ada banyak, arsitektur sendiri ada yang single residence, ada yang housing semacam apartemen dan lainnya. Kebetulan kita masuk ke kategori yang single residence. Project yang kita bawa FW House di Pantai Indah Kapuk. Waktu itu mereka sudah menominasikan DP+HS mungkin mereka punya database sendiri , mereka kemudian menghubungi kita , dan menginfokan kita punya kesempatan untuk maju sebagai nominasi, tapi kita tetap harus melengkapi data diri , konsepnya seperti apa, tapi setelah itu ada penjurian lagi. Dari presentasi itu, ternyata kita berhasil memenangkan award itu, makanya kita diundang ke penyerahan piagamnya di Bangkok. Kita mulai menyerahkan konsep itu di akhir tahun 2018, dan pengumumannya itu di bulan Februari – Maret kita sudah mendapat informasinya bahwa kita menang, lalu di bulan Mei baru acaranya.
Bangunesia : Menurut Pak Don, kenapa penting untuk aktif mengikuti sayembara? Terutama untuk banyak pengikut Bangunesia yang diantaranya adalah Mahasiswa.
Kalau dalam konteks mahasiswa , harusnya mengikuti kompetisi itu penting karena kita dulu ngerasain sendiri 5 tahun awal yang susah tuh, pertama adalah mencari proyek, kedua bangun network . Kalau mengikuti sayembara itu masuknya ketiga, belajar untuk turun langsung di ide ide desain sendiri. Karena kalau kita fokus cari projek kan kita vacuum untuk mendesain nah itu ibaratnya kalau orang selama berapa lama vacuum tuh ga bagus untuk merangsang pemikiran dia. Jadi kalau untuk mahasiswa, mahasiswa kan ga semuanya bisa langsung dapet network yang bagus, apalagi yang baru mau kerja ke konsultan bisa belajar sebanyak banyaknya. Kalau ikut sayembara tuh penting untuk merangsang ide supaya ga mati mumpung banyak waktu.
Bangunesia : Boleh tau Tips dan Trik supaya karyanya berhasil menang di kompetisi internasional?
Kalau menurut saya, satu lebih ke locality nya. Karna kalau bersaing di luar itu, kalau kita ga bawa identity tuh ga bisa menarik perhatian. Nah tapi identity kita juga jangan disalah artikan pokoknya semua yang bersifat traditional itu pasti identity kita. Karna yang kita lihat sebenarnya spirit nya sih bukan actual form nya . dengan actual form bangunan kontemporer pun kita bisa ketemuin lokalitas kita apa disana dan identity kita apa. Hanya terjemahannya saja yang berbeda. Yang kedua mungkin lebih ke boldness kali ya, lebih ke berani, atau pede, karna kalau kita sungkan sungkan tampil juga malu malu ga akan terlihat yang ingin disampaikan.

Di tengah pemukiman kota Cheongju, Korea Selatan, arsitek Younghan Chung berhasil menyelesaikan sebuah proyek rumah kubus apung di tanah seluas 402 meter persegi.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya memaksimalkan potensi dari penerapan ekonomi digital pada era industri 4.0.

Lewat beleid terbaru tentang pembiayaan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), pemerintah menetapkan bahwa penghasilan masyarakat maksimum Rp 8 juta per bulan bisa memiliki rumah lewat Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi.